Persiapan Menuju Bulan: Memasang Senjata Baru
Komunikasi EME di band 70cm (432 MHz) adalah salah satu tantangan terbesar dalam dunia radio amatir. Redaman sinyalnya sangat ekstrem, dan rotasi polarisasi akibat medan magnet Bumi (Faraday Rotation) sering kali membuat sinyal menghilang.
Untuk menaklukkan tantangan ini, saya memasang loop feed 432 MHz dengan desain dari OK1DFC pada dish antenna berukuran 4.5 meter. Secara teori, kombinasi ini mampu menghasilkan gain sekitar 24 dBi, setara dengan 4 buah Yagi 23 elemen. Keuntungan lainnya, pemasangan ini tidak mengharuskan saya melepas septum feed 1.2 GHz, cukup memutarnya ke atas.
Setelah pemasangan, langkah pertama adalah mengukur sun noise. Angka yang didapat hanya 9 dB, masih 3 dB di bawah perhitungan ideal 12 dB. Meskipun ada selisih, angka ini cukup memberikan optimisme bahwa sistem antena ini bisa digunakan untuk EME 70cm.
Untuk melengkapi sistem, saya menggunakan LNA murah buatan Tiongkok, TQP3M9037, yang dibeli seharga sekitar 500 ribu rupiah. LNA ini diklaim memiliki gain hingga 45 dB pada 432 MHz. Meski saya tidak bisa mengukur Noise Figure-nya, saya cukup yakin untuk menggunakannya karena perangkat serupa telah sukses digunakan oleh VK0DS untuk EME di Kutub Selatan pada frekuensi 1.2 GHz.
Antisipasi dan Momen Paling Menentukan
Pada 24 Agustus 2025, saya membuat jadwal dengan OE3JPC untuk pengujian perdana. Setelah antena mengarah ke Bulan, saya mulai melihat trace tipis di waterfall. Tak lama kemudian, saya berhasil mendeteksi dan mendekode SP2WRH dengan sinyal hanya -28 dB. Penerimaan yang sangat lemah ini membuat saya khawatir, apakah LNA murah ini benar-benar berfungsi di 432 MHz?
Namun, saya tidak menyerah. Sinyal OE3JPC kemudian berhasil saya dekode di -25 dB. Saya coba memanggilnya dengan daya hanya 75 Watt, tetapi Pak Hannes di Austria tidak berhasil mendekode sinyal saya. Selama 10 menit, sinyalnya berhasil saya tangkap, tetapi sinyal saya tidak pernah sampai di sisinya.
Saat keraguan mulai muncul, tiba-tiba PA3DZL menyapa lewat aplikasi EME HB9Q. Dia mengajak untuk mencoba, dan saya langsung menyanggupinya. Setelah menunggu 30 menit, Jac di Belanda siap. Saya melihat spesifikasi stasiunnya: dish antenna 4.5 meter dengan power 1 kW.
Ketika PA3DZL mulai memancar, saya melihat trace di waterfall dan berhasil mendekode sinyalnya di -25 dB. Dengan angka sekecil itu, saya sangat pesimis dia bisa menerima sinyal saya.
Kemudian, Jac menawarkan untuk mengubah polarisasi antenanya. Dan, tiba-tiba, trace di waterfall menjadi jauh lebih kuat. Nadanya bahkan terdengar jelas di speaker! Biasanya, sinyal yang terdengar seperti itu berarti angkanya sudah di atas -19 dB. Benar saja, sinyalnya langsung melonjak dan berhasil terdekode di -16 dB.
Kenaikan yang signifikan ini menjadi jawaban atas semua keraguan. Ternyata, LNA murah dari Tiongkok itu berfungsi dengan baik. Penerimaan yang sebelumnya lemah hanyalah masalah polarisasi antena. Dengan penyesuaian polarisasi, sinyalnya naik 9 dB, sebuah lompatan yang sangat besar.
Pencapaian Bersejarah
Saya terus membalas panggilan Jac hingga akhirnya dia berhasil mendekode sinyal saya di -26 dB. Saya segera mengirim RR73, dan dia membalas dengan 73.
Pada hari itu, sebuah peristiwa bersejarah terjadi: komunikasi EME 432 MHz pertama di dunia antara YB (Indonesia) dan PA (Belanda). Jac dan saya sama-sama merasa sangat senang. Ini adalah bukti bahwa dengan ketekunan, perencanaan, dan sedikit keberuntungan, tantangan terbesar dalam dunia radio amatir bisa diatasi.



