Laman

Minggu, 01 Desember 2019

Trakbox for IC-9100

Berminggu-minggu mencari cara untuk menghubungkan MAP65 ke Icom IC-9100 agar setiap perubahan frekwensi RX di MAP65 akan diikuti perubahan frekwensi pada IC-9100. VE6XH telah menyarankan untuk menggunakan aplikasi kecil Trakbox, namun ketika kucoba melakukan setting CAT ternyata tidak tersedia IC-9100 pada list radio. Berulang kali mencoba merubah parameter dari mulai alamat CI-V, baud rate, com property dan  lain-lain, ternyata tidak membuahkan hasil.

Terpikir untuk membuat aplikasi sendiri dengan VB.net namun tidak segera selesai, karena minimnya referensi. Sudah sempat donwload contoh script hamlib namun belum sempat membukanya, sehingga proyek tersebut belum juga berhasil.

Malam ini saat melakukan QSO EME dengan PA5Y, tiba-tiba dia mengirim WA mengatakan bahwa offsett frekwensi TX terlalu turun sampai 250 hz. Dia menyarankan untuk memakai trakbox agar frekwensi TX sinkron dengan frekwensi RX dari MAP65. Aku sampaikan bahwa aku sudah mencobanya namun belum berhasil menghubungkannya ke IC-9100. Dia mengatakan tunggu sebentar, itu hal mudah. Kemudian dia mengirim capture setting trakbox miliknya. Segera aku coba sesuai dengan setting yang dikirim Conrad, PA5Y. Aku coba mengklik pada display MAP65, kemudian mengklik Set TX Freq, Alhamdulillah, display frekwensi pada IC-9100 bisa berubah mengikuti MAP65.

Berikut setting trakbox untuk semua tranceiver ICOM.


Sedangkan tampilan traxbox sendiri adalah sebagai berikut:



Rabu, 16 Oktober 2019

Connecting Linrad to MAP65

Akhirnya saya harus menggunakan Linrad yang konon katanya kependekan dari Linux Radio. Semula otak ini masih belum bisa menerima mengapa harus menggunakan Linrad karena antara Linrad dan RSPDuo sudah ada HDSDR yang bisa langsung dihubungkan ke MAP65.
Saya sempat tanyakan kepada Dan VE6XH yang menyusun petunjuk cara menghubungkan RSPDuo ke MAP65.

Ternyata memang tidak bisa meninggalkan Linrad kalau ingin MAP65 berfungsi sebagaimana mestinya. Tanpa Linrad, MAP65 hanya bisa mendekod sinyal dengan 1 polarisasi saja, sebaliknya bila memakai linrad maka semua polarisasi bisa terdekod mulai dari Horizontal, Vertikal bahkan sudut tertentu yang diinginkan misalnya 45 derajad atau 135 derajad. Jadi dari linrad bisa keluar sampai 5 output, kombinasi H dan V, H atau V saja, 45 dan 135 derajad. 

Sementara yang terinstal sekarang hanya Linrad ke MAP65. Linrad menerima data dari 2X HDSDR, satu untuk polarisasi Horizontal, satunya untuk polarisasi Vertical. HDSDR menerima input dari RSPDuo melalui IOExt. Cukup panjang prosesnya, ada 4 buah aplikasi yang dijalankan dalam satu waktu untuk memproses sinyal dari bulan sehingga bisa terbaca pesan yang diterima. Aplikasi tersebut adalah 2X HDSDR, Linrad dan MAP65. 

Saya sedang mempersiapkan petunjuk instalasi RSPDuo untuk EME berdasar tulisan VE6XH. 


Selasa, 03 September 2019

Andai bulan setinggi 5500 km seperti kata kaum bumi datar.

Sabtu , 31 Agustus 2019, pagi itu sesuai dengan janji yang sudah disepakati dengan W7GJ, Lance dari USA, untuk kesekian kali kami mencoba komunikasi EME pada 50 MHz walaupun kami tahu kemungkinannya sangat kecil karena saya masih memancar QRP, hanya 100 Watt.

Menurut software Daff Moon,  pagi itu bulan akan terbit di OI53KD pukul 6.20 WIB, untuk itu sebelum jam 6,  radio sudah terkoneksi dengan laptop dan antenna secara manual terarah 70 derajat ke posisi bulan terbit.

Di DN27ub, Missoula USA ada selisih waktu 11 jam dengan OI53kd, jadi di sana jam 5.20 sore. Posisi bulan di sana menurut software Daff Moon adalah 35 derajat dengan jarak 13.831,5 km. Bisa dibayangkan, bulan setinggi 35 derajat ke arah 243 derajat (azimuth) sedangkan di Kudus baru mulai terbit.



Posisi Bulan di Kudus


Posisi bulan di Missoula


Menyimpang sedikit dari pembahasan EME, kaum bumi datar atau flat earth / FE mengklaim bahwa tinggi bulan sekitar 5500 km dari permukaan bumi. Dengan ketinggian segitu dan dengan bumi yang datar maka seharusnya pada ketinggian 35 derajat dari Missoula USA maka bulan sudah kelihatan dari Kudus Indonesia, karena jarak keduanya hanya 13.831,5 km. Kalau mau menghitung sekitar 42 derajat dari Kudus, namun sekali lagi faktanya ketika bulan terlihat 35 derajat dari Missoula USA, di Kudus baru terbit.

Seandainya bulan hanya setinggi 5500 dan bumi adalah datar, maka komunikasi EME akan sangat mudah dilakukan dan hanya butuh power TX yang kecil saja. Ketinggian segitu setara jarak Kudus ke Jepang, sedangkan komunikasi direct ke Jepang melalui HF sangat mudah dilakukan. Namun faktanya, komuniksi EME adalah komunikasi tersulit bagi amatir radio, power harus besar begitu juga antennanya harus punya gain yang tinggi.

Karena jarak bumi bulan menurut science modern rata-rata adalah 384 rb km maka komunikasi EME akan menempuh jarak sekitar 768 km. Kecepatan gelombang radio adalah 300 km/detik maka pada komunikasi EME, sinyal radio membutuhkan waktu sekitar 2,5 detik. Dengan menggunakan WSJT-x maka waktu tempuh ini akan terlihat dalam kolom DT, dan ini yang dipakai patokan oleh EME-er untuk menentukan sinyal yang diterima tsb sinyal EME atau bukan. Bila DT sangat kecil, misalnya 0,1 detik bisa dipastikan itu bukan sinyal EME karena hampir tidak ada jeda waktu antara sinyal dikirim dan diterima, sebaliknya bila DT sekitar 2 detik maka hampir bisa dipastikan itu sinyal EME.

Kembali ke EME 6 meter, akhirnya tiba waktunya bulan terbit di Kudus, secara bergantian kami mengirim message melalui WSJT-X di frekwensi 50.190 USB dengan mode JT65A. Pada elevasi 4 derajat, sinyal W7GJ sudah mulai terlihat di waterfall dan berhasil terdecode, namun dia belum juga berhasil melihat trace di waterfallnya.

Pada elevasi sekitar 12 derajat, di waterfall terlihat trace RO sebagai konfirmasi bahwa dia telah menerima message. Namun sayang trace tersebut gagal terdecode walaupun jelas terlihat tracenya.
Akhirnya pada elevasi sekitar 15 derajat, komunikasi dihentikan dengan kesimpulan kedua stasiun berhasil menerima message namun tidak terkonfirmasi dengan sempurna.




Senin, 02 September 2019

Satelit

Ngikuti twitter hari ini masih ada yang tidak percaya adanya satelit. Saya jadi teringat waktu satelit Lapan A2 atau IO-86 sedang diluncurkan melalui roketnya orang India pada tanggal 28 September 2015.
Waktu itu saya sempat mengikuti proses peluncuran melalui streaming langsung dari tempat peluncuran mulai dari pidato pembukaan, proses peluncuran sampai proses pelepasan satelit di ruang angkasa.

Selanjutnya saya termasuk sebagian orang yang berkesempatan mencoba Voice Repeater / VR Satelit Lapan A2 beberapa waktu setelah peluncuran. Waktu itu Om Mubin YB3MBN di Bekasi melakukan uji coba dengan memancar pada mode FM. Sedangkan saya di kota Kudus hanya memonitor saja. Hasilnya mulai satelit muncul dari barat sampai tenggelam di timur dalam waktu kurang lebih 15 menit suara Om Mubin berhasil saya dengarkan dengan bagus. Hasil rekaman bisa dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=laETSMkTLk0 .

Saya yang mengikuti peluncuran satelit walau lewat streaming kemudian mencoba VR tentunya merasa tidak enak terhadap kaum yang meragukan adanya satelit, antara tidak percaya atas sikap  mereka dan kasihan karena mereka belum mampu membayangkan adanya satelit.

Sebelumnya beberapa satelit yang menyediakan VR telah saya coba seperti SO-50 milik Saudi atau FO-29 yang menggunakan mode SSB.

Intinya, satelit itu ada.

Minggu, 01 September 2019

Ganti Callsign.

Sehubungan callsign baru sudah keluar maka blog ini saya ganti dari yc2mdu.blogspot.com menjadi yb2mdu.blogspot.com.